Selasa, 18 September 2012

HAKIKAT: PEMBELAJARAN APRESIASI PROSA FIKSI


A.HAKIKAT: PEMBELAJARAN APRESIASI PROSA FIKSI
I. Pengertian yang menyangkut peristilahan dan konsep
 1). Pengertian Pembelajaran.
èIstilah ‘pembelajaran’ memiliki pengertian yang sama dengan konsep ‘belajar-mengajar’. Yaitu proses yang melibatkan dua komponen utama dalam kegiatan belajar-mengajar, yakni antara guru dan siswa.

èPenggunaan Istilah ‘pembelajaran’ terutama dimaksudkan untuk membedakan istilah ‘pengajaran’. Perbedaan kedua istilah ini dapat dijelaskan melalui proses morfologis sebagai berikut :
                           ajar                   ajar
                           mengajar         belajar
                           pengajar          pembelajar
                           pengajaran     pembelajaran  
èBerdasarkan proses morfologis di atas, tampak jelas bahwa perbedaan mendasar antara ‘pengajaran’ dan ‘pembelajaran’ baik sebagai istilah maupun konsep terletak pada penekanan aktivitas guru dan siswa dalam proses belajar mengajar.

è‘Pengajaran’ lebih bertumpu pada aktivitas guru sebagai pengajar, sedangkan “pembelajaran” lebih menekankan pentingnya aktivitas belajar bagi siswa selaku individu pembelajar.

è Jadi bisa disimpulkan, konsep dan istilah “pembelajaran” pada hakikatnya merupakan suatu upaya yang disengaja dan direncanakan sedemikian rupa oleh pihak guru sehingga memungkinkan terciptanya suasana dan aktivitas belajar yang kondusif bagi para siswanya ç
                 
Dalam konteks ini, baik guru maupun siswa harus sama-sama berperan aktif menurut fungsinya masing-masing, yaitu sebagai pengajar dan pembelajar.

2). Pengertian Apresiasi.
Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin  apreciatio yang berarti ‘mengindahkan’ atau ‘menghargai’. Dalam konteks yang lebih luas, menurut Gove mengandung makna ;
(1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin
(2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan oleh pengarang.

Sedangkan Squire dan Taba menyatakan bahwa apresiasi sebagai suatu proses akan melibatkan tiga unsur inti, yakni (1) aspek kognitif, (2) aspek emotif, dan (3) aspek evaluatif.
èAspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif (in-ekstrinsik).
èAspek emotif berkaitan dengan keterlibatan pembaca dalam upaya menghayati keindahan teks yang dibaca dan bersifat subjektif (berdasar pengalaman dan pengetahuan pembaca).
èAspek evaluatif berhubungan dengan kegiatan memberikan penilain terhadap baik-buruk, indah- tidak indah, sesuai-tidak sesuai, serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir, tetapi cukup dipahami oleh pembaca.

 Sejalan dengan pengertian apresiasi di atas,  oleh Agus Wis, disimpulkan bahwa apresiasi adalah kegiatan yang meliputi empat aspek keterampilan berbahasa, dengan menggauli secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap sebuah teks naratif, dalam hal ini karya sastra.

3) Pengertian Prosa Fiksi
Pengertian dan istilah prosa fiksi pada pembahasan ini hanya dibatasi pada  prosa sebagai salah satu genre sastra. Yakni karya yang imajiner dan estetis.

èProsa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi (fiction), teks naratif (narrative text), atau wacana naratif (narrative discource). Sehingga istilah prosa atau fiksi atau teks naratif, atau wacana naratif berarti cerita rekaan (Cerkan) atau cerita khayalan.

Hal ini berarti fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyarankan (tidak mengacu) pada kebenaran sejarah (Abrams, 1981:61). Dengan demikian, Karya fiksi merupakan karya naratif yang isinya mengacu/menyarankan pada karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga ia tak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata.

èIstilah fiksi sering dipergunakan dalam pertentangannya dengan realitas (sesuatu yang benar ada dan terjadi didunia nyata sehingga kebenarannya pun dapat dibuktikan dengan data empiris). Benar tidaknya, ada tidaknya, dan  dapat tidaknya,  sesuatu yang dikemukakan dalam suatu karya yang dibuktikan secara empiris, inilah antara lain, yang membedakan karya fiksi dengan karya nonfiksi. Tokoh, peristiwa, dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah bersifat imajinatif, sedang pada karya nonfiksi bersifat faktual.

èSebagai karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan, yang dituangkan secara sungguh-sungguh melalui perenungan yang intens dan bukan hanya sebagai hasil lamunan saja, tetapi penuh tanggung jawab dan kesadaran kreativitas yang diungkapkan kembali melalui sarana fiksi. Oleh karena itu fiksi dapat diartikan sebagai ‘prosa naratif’ yang bersifat imajinatif, sekaligus masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan interaksi manusia-lingkungan-dan tuhannya. (Altenbernd dan Lewis, 1966:14)

èBetapapun saratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang koheren, dan tetap mempunyai tujuan estetik (Wellek & Warren : 1956:212). Horace mengatakan haruslah “dulce et utile”, indah dan berguna.  “Membuat manusia lebih bijaksana, arif, santun, sekaligus romantis”, kata Agus Wis.   
èFIKSI pertama-tama juga menyaran, mengacu, pada prosa naratif, yang dalam hal ini adalah novel dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim dengan novel (Abrams, 1981: 61).

Oleh karena itu, novel dan cerpen sebagai sebuah karya prosa fiksi  menawarkan sebuah dunia, dunia yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur instrinsik dan ekstrinsiknya. Kesemuanya bersifat noneksistensial dan imajinatif, dari tiruan yang mirip, diimitasikan, dan atau dianalogikan dengan dunia nyata.

Sehingga terlihat dengan jelas, ada perbedaan antara kebenaran dalam dunia fiksi dengan kebenaran di dunia nyata. Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pandangan pengarang terhadap masalah hidup dan kehidupan. Kebenaran karya fiksi tidak harus sesuai dengan kebenaran di dunia nyata dari segi hukum, moral, agama, dan bahkan mungkin juga  logika.

èPerlu diketahui, dalam dunia kesastraan juga terdapat karya sastra yang mendasarkan diri pada FAKTA. Karya sastra yang demikian, oleh Abrams (1981:61) disebut fiksi historis (historical fiction), jika dasar penulisan ceritanya dari fakta sejarah, contoh Bendera Hitam dari Kurasan dan Tentara Islam di Tanah Galia, karya Dardji Zaidan, fiksi biografis (biographical fiction), Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, karya Cindy Adam, Kuantar Kau ke Gerbang, karya Ramadhan K.H. Tahta dan Rakyat, oleh Mochtar Lubis, fiksi  sains ( science fiction), novel yang berjudul 1984, karya George Orwell. Ketiga jenis karya tersebut dikenal dengan sebutan fiksi nonfiksi (nonfiction fiction).
                                                                 ===000===
Simpulan: Hakikat Pembelajaran Apresiasi Prosa Fiksi akan dapat tumbuh dengan baik apabila pengajar dan pembelajar mampu menumbuhkan rasa akrab dengan teks naratif yang diapresiasinya, dan bisa menumbuhkan sikap sungguh-sungguh, serta mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran apresiasi prosa fiksi melalui empat aspek keterampilan berbahasa, sebagai bagian dari hidupnya, sebagai suatu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaniahnya. (WIS)

1 komentar:

  1. Top 10 casinos for real money - DrMCD
    Top 10 casino for real money · CasinoCity – Best Online 고양 출장샵 Casino for Canadians · Microgaming – Best 대구광역 출장마사지 For Players Who Love Casino Games 충청북도 출장샵 · Microgaming – Best 여주 출장마사지 For 서귀포 출장마사지

    BalasHapus