Selasa, 18 September 2012

Pendekatan objektif dan mimetik


BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Masa penjajahan belanda merupakan masa masyarakat indonesia berjuang melawan keterpurukan. Tidak ada kebahagian terlukis diantara mereka, hanyalah kesengsaraan, penindasan, perbedaan status sosial, pengabaian Hak Asasi, serta eksploitasi yang meraja lela. Tiga ratus lima tahun lamanya, masyarakat indonesia melewati hidupnya dengan cucuran keringat dan tetesan darah yang tidak ada hentinya membasahi bumi pertiwi. Suatu masa yang sangat lama dan tidak terlupakan dalam benak setiap manusia yang hidup saat itu. Hak manusia tidak dihiraukan, wanita di jadikan pihak yang lemah dan tersakiti.
Seperti halnya nasib mas nganten pada novel yang berjudul “ Gadis Pantai”. Mas nganten ( sebutan isteri kaum bangsawan) yang berasal dari golongan pribumi tepatnya di daerah pesisir pantai ( karesidenan Jepara- Rembang) harus menjadi istri dari Bendoro ( sebutan laki-laki kaum bangsawan). Tidak ada kegembiraan selama pernikahan mereka, yang ada hanyalah ketakutan, kesepian, ketidaknyamanan, kerinduan, serta kesewenang-wenangan. Namun berbeda dengan masa demokrasi saat ini, emansipasi wanita mulai bermunculan, Hak Asasi Manusia ditegakkan serta tidak ada diskrimasi. Semua berjalan seiring dinamika kehidupan.
Dalam pembahasan selanjutnya, kita akan menganalisis novel berjudul” Gadis pantai” yang akan dikaitkan dengan kehidupan nyata. Terdapat aspek-aspek yang mendasari alur novel tersebut.


2.      Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, kita akan memaparkan:
1.       Bagaimanakah kehidupan gadis pantai, serta analisis berdasarkan pendekatan objektif dan pendekatan mimetik?
2.      Sepertiapakah analisis cerpen “ Menggambar Ayah” berdasarkan pendekatan objektif dan pendekatan mimetik?


3.      Tujuan

1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Apresiasi Prosa
2.      Untuk memaparkan analisis novel dan cerpen serius berdasarkan pendekatan objektif dan mimetik

















BAB II
PEMBAHASAN


SINOPSIS NOVEL “ GADIS PANTAI"

Berasal dari sebuah perkampungan nelayan di Pantura, Gadis Pantai baru berusia empat belas tahun dan belum menstruasi ketika seorang priyayi Jawa, pembesar santri setempat, mengambilnya sebagai istri percobaan. Ya, istri percobaan sebelum ia mengambil istri “sebenarnya” yang datang dari kalangan yang sederajat. Dan Gadis Pantai bukanlah yang pertama yang mengalaminya. Pembesar itu Bendoro, tidak menghadiri upacara pernikahan sendiri, hanya diwakili sebilah keris. Gadis itu tidak mau pindah ke rumah mewah di kota itu, tapi terus diantarkan orang tuanya yang berpikir Gadis Pantai akan hidup berbahagia dan nyaman di sana. Di rumah si Bendoro (priyayi itu), Gadis Pantai diajari sholat dan banyak hal lainnya yang terkait dengan gaya hidup para priyayi.
Tentu saja ada yang tak suka dengan keberadaan Gadis Pantai di rumah Bendoro, terutama dari keluarga besar si Bendoro sendiri. Mereka mengharapkan Bendoro secepatnya mengambil istri yang sederajat. Seorang Bendoro Demak yang menginginkan putrinya kawin dengan si Bendoro akhirnya mengutus Mardinah untuk menghabisi Gadis Pantai, dengan imbalan Mardinah akan diangkat menjadi istri kelima. Rencana dilaksanakan ketika Gadis Pantai pulang ke rumahnya di pinggir pantai, namun gagal. 
Gadis Pantai kemudian hamil. Dan kemudian ia melahirkan seorang bayi perempuan. Tapi 3 bulan kemudian, Gadis Pantai “diceraikan”, dan dipulangkan dengan paksa, serta anaknya harus ditinggal di rumah Bendoro. Dengan hati hancur Gadis Pantai meninggalkan anaknya di rumah si Bendoro. Malu dengan keadaannya yang tak bersuami, tak punya rumah, dan anaknya dirampas Bapaknya sendiri, Gadis Pantai memutuskan untuk tidak pulang ke kampung halamannya sendiri. Tapi ia berbelok ke selatan, ke Blora. Selama sebulan setelah kepergiannya, ia selalu mengawasi keadaan rumah si Bendoro. Namun setelahnya, ia tak kelihatan lagi.
Pengertian pendekatan objektif dan pendekatan mimetik
Pendekatan objektif yaitu kegiatan menilai dengan memaparkan unsur-unsur intrinsik karya sastra. Meliputi: tema, tokoh dan penokohan, perwatakan, alur, latar/ setting, amanat.
Pendekatan mimetik merupakan cara atau sudut pandang seseorang memahami hubungan karya sastra dengan  realitas kehidupan meliputi realitas budaya, sosial, sejarah, pendidikan, ekonomi, politik, hukum, agama, dan sebagainya.

A.    SINOPSIS BAB 1

“ Novel Gadis Pantai” dengan tokoh utama Mas Nganten pada saat itu masih berusia empat belas tahun. Dia berkulit langsat, bertubuh mungil, dengan mata agak sipit, dan hidung ala kadarnya. Dia terkenal di kampungnya yaitu kampung nelayan tepatnya di karesidenan Jepara-Rembang.
Suatu ketika ada utusan dari bangsawan untuk datang ke rumah orang tua gadis tersebut. Gadis itu ingin diperisteri oleh priyayi kaya raya yang bernama Bendoro. Akhirnya Mas Nganten dan Bendoro menikah dan menjadi sepasang suami isteri.
Pada awalnya Gadis Pantai tidak ingin menikah, namun karena kehendak orang tuanya ia mengiyakan. Mas Nganten merasa asing selama tinggal di rumah Bendoro. Dia takut, cemas, dan leluasa seperti dia saat di rumah orang tuanya. Walaupun di rumah Bendoro semua kebutuhan tercukupi baik pangan dan sandang. Tetapi itu tidak membuat ia senang dan nyaman, tetapi ia merasa kesedihan dan kesepian.
Mas Nganten sering merasa rindu pada emak dan bapaknya. Emaknya juga seorang pembantu bangsawan. Sedangkan bapaknya seorang nelayan. Ketika dia ingin bertemu orang tuanya pasti merasa kesulitan karena kehidupan Mas Nganten dengan orang tuanya sudah berbeda. Disamping itu Mas Nganten selalu ditemani Bujangnya kemana pun dia pergi dan di arahkan agar tetap menjadi seorang isteri yang patuh kepada Bendoro.
Analisis berdasarkan pendekatan objektif
1.      Tema                                       : sosial budaya
2.      Tokoh dan penokohan                        :
a. Gadis pantai ( Mas Nganten) sebagai protagonis
b. bendoro sebagai pelaku antagonis
c. emak, bapak, dan bujang sebagai pelaku pendukung
3.      Perwatakan                             :
a.       Gadis pantai mempunyai sifat penurut, sabar
b.      Bendoro mempunyai sifat angkuh, galak
c.       Emak mempunyai sifat penyayang, sabar
d.      Bapak mempunyai sifat penyayang, bijaksana
e.       Bujang mempunyai sifat patuh, sabar, penyayang
4.      Latar / setting                          :
Di rumah pesisir pantai
Di rumah Bendoro
5.      Alur                                         : menggunakan alur maju
6.      Sudut pandang                        : orang ketiga
7.      Amanat                                   : Sabar dan ikhlas menjalani kehidupan, sesungguhnya allah selalu bersamamu.
Analisis berdasarkan pendekatan Mimetik
1.      Realitas Budaya
“Di nikahkan dengan sebilah keris” ( 12)
“Gapura-gapura kabupaten dan pinggiran kota mulai di pajang daun kelapa muda serta batang-batang pisang. Jangkar keramatdi pinggir pantai mulai diganti pagarnya”( 17)

2.      Sejarah
“Buat kesekian kali ia mendongeng. Lebih dari empat wanitatelah ia dongengi dengan dongeng yang itu-itu juga” ( 59)

“Juga gadis pantai sekarang tahu siapa Den-ajeng Tini. Kartini yang beberapa tahun yang lalu dalam bendi agung memasuki perbatasan kota, dan semua penduduk di suruh lurah menyambutnya sepanjang jalan dengan bendera tiga warna kertas berkibaran di tangan coklat hitam mereka” ( 70)

3.      Sosial
“ Dahulu baapk pernah menolong orang karam di tengah laut. Orang sekampung merawatnya, memberinya makan, pakaian, dan juga jamu-jamuan” ( 30)

4.      Agama
“ Cuma satu yang dikehendaki allah, Mas Nganten, yaitu supaya orang ini baik. Buat itu ada agama. Buat itu orang-orang berkiblat kepada-Nya. Tapi nyatanya, kehendak allah yang satu itu saja tidak seluruhnya terpenuhi. Di dunia terlalu banyak orang jahat” (59)

SINOPSIS BAB 2

Setahun perkawinan Mas Nganten telah berlalu. Melewati hari-hari menjadi isteri seorang priyayi. Kesepian, ketakutan, serta kerinduan yang Mas Nganten rasakan. Proses penyesuaian terhadap budaya golongan priyayi ternyata membutuhkan waktu yang cukup lama. Mas Nganten disuruh menuruti semua perintah Bendoro, mulai dari belajar  mengaji, menyulam, dan membatik. Mas Nganten tidak diperbolehkan bergaul dengan masyarakat luar, dia hanya berdiam diri di kamar dengan keterampilan yang diajarkan.
Bendoro hanya beberapa hari saja di rumah, meninggalkan Mas Nganten terliputi rasa kesepian dan kerinduan. Entah apa yang Bendoro lakukan di luar sana, Mas Nganten pun tidak mengetahuinya. Tiba-tiba datanglah gadis bernama mardinah, wanita yang mengidamkan Bendoro. Dia seolah jadi nyonya di rumah tersebut.
Setelah terasa begitu suntuk dengan keseharian, Mas Nganten memutuskan untuk berkunjung ke kampung halaman, dan dia harus ditemani Bujang untuk selalu mengawasi dan menjaganya. Orang tuanya menyambut kedatangan putrinya tersebut dengan senang hati, begitu pun orang sekampung. Mereka seolah menyambut kedatangannya dengan senang hati, meskipun sekarang status sosial Mas Nganten berbeda. Bapaknya berpesan kepada mas Nganten agar selalu nurut perintah Bendoro.
Analisis berdasarkan pendekatan objektif
1.Tema                                                : sosial budaya
2.Tokoh dan penokohan                     :
a. Gadis pantai ( Mas Nganten) sebagai protagonis
b. bendoro sebagai pelaku antagonis
c. emak, bapak, dan bujang sebagai pelaku pendukung
3.    Perwatakan                         :
a.     Gadis pantai mempunyai sifat penurut, sabar
b.      Bendoro mempunyai sifat angkuh, galak
c.       Emak mempunyai sifat penyayang, sabar
d.      Bapak mempunyai sifat penyayang, bijaksana
e.       Bujang mempunyai sifat patuh, sabar, penyayang
f.       Latar / setting                          :
Di rumah pesisir pantai
Di rumah Bendoro
g.      Alur                                         : menggunakan alur maju
h.      Sudut pandang                        : orang ketiga
4.    Amanat                                                       : dimana pun kita berada harus menjunjung tinggi sopan santun.

Analisis Berdasarkan Pendekatan Mimetik

1.                  Realitas Budaya
“ Dahulu gadis pantai cuma mengerti bahwa hanya nelayan-nelayan gagah perkasa saja yang patut di hormati dan dimuliakan. Mereka lintasi laut dan menangkap ratusan, bahkan ribuan ikan dengan jalannya sendiri. Nelayan yang paling terhormat, dialah yang bawapulang ikan terbesar. Dia pahlawan.ikan demikian tak di jual, tapi di bagi-bagikan, terkecuali tulangnya. Karena tulang-betulang itu akan di hias di atas pintu masuk rumahnya.” ( 83)

“ Sahaya tahu. Mereka bersama-sama makan, bersama-sama duduk, minum. Kalau sedang tak berlayar, mereka bicara tentang segala.” ( 87)

“ Mas Nganten,’’ia dengar suara bisikan. Gadis pantai menjatuhkan diri, mencium kaki bendoro, kemudian memeluknya. Waktu Bendoro duduk di atas kasur ranjang, ia angkat kedua-duanya, ia mencium telapaknya.” ( 100)
2.                  Sosial
“ Dengan pertolongan binatang-binatang itu saban bulan Bendoro membuang darah beliau.” ( 78)

“ Lantas apa gunanya senyum dan tawa pada Mas Nganten. Juga tak baik layani senyum dan tawa mereka.”( hal 82)

“ Mereka tak kenal terima kasih pada Gubermen, pada Gusti Allah. Apasaja yang tak dilakukan Gubermen buat menjaga keselamatan mereka? Tumpas saja tuan.” ( 91)
“ Ampuni aku mbok. Bukan maksudku menyiksa mbok. Kan masih ada aku? Mbok boleh ikut aku sampai jompo. Akan kupelihara sendiri mbok di har jompo nanti.” ( 97)

“ Mengapa kau punggungi aku? Aku tak suka di punggungi.” Gadis pantai mengubah letak tidurnya. “ Mas Nganten, kalau kau sudah datang ke kampung ,” kata Bendoro dengan suara mengantuk ,” sampaikan salamku pada orang tuamu.” ( 139)

“ Ampun sahaya, Bendoro, sebentar lagi Bendoro masuk khalwat bersembahyang magrib, semoga tidak mengganggu sembahyang Bendoro. Tapi soal ini...soal ini, uang...ah.” ( 114)
3.                  Agama

“ Ia lihat sarung baru berwarna merah bergenggang biru dikenakannya. Dan sosok tubuh itu mulai sembahyang.” ( 89)

“Ia pun ikut bersembahyang. Dalam rukuh putih itu ia merasa lebih aman daripada luarnya. Rukuh itu mampu menyembunyikan tubuhnya, pikirannya, dan perasaannya tanpa bisa diketahui orang.” ( 90)

“ Jadi sampai dimana kau belajar mengaji? Benar-benar kau tak tahu maknanya?” Tak berjawab. ( 116)    
4.                  Pendidikan

“ Kau kurang hati-hati. Uang itu biar Tuhan sekalipun, tidak jatuh begitu saja dari langit.” ( 115)

“ Husy. Kau harus selalu ingat-ingat, tak boleh ada sesuatu terjadi yang menyebabkan penghormatan orang berkurang padaku. Bawalah juga beras sekarung.” ( 136)

SINOPSIS BAB 3

Mengapa Bendoro mengirimkan dia untuk antarkan aku? Itu yang ada dalam benak Mas Nganten saat ini. Mas nganten tidak menghiraukan keberadaan Mardinah di situ, dan terus berbincang saat bercanda gurau dengan kusir dokar yang mengangkut dirinya dan Mardinah beserta berkarung-karung tembakau yang di bawa Mas Nganten, tak di sadari. Mardinah yang diam-diam juga memperhatikan tingkah laku Mas Nganten yang menurutnya tidak pantas dilakukan oleh seorang Bendoro putri. Dokar berjalan kian perlahan, pada sebuah tanjakan kuda itu benar-benar kehabisan tenaga dan berhenti. Kusir terpaksa lompat turun. Mengambil dua buah batu dan mengganjal roda.
Di situ Mardinah terus menerus mengeluh apabila nanti pulang kemalaman. Gadis pantai membungkuk, mengambil segenggam pasir dengan tangannya. Tiba-tiba gadis pantai murung, di dorongnya pasir di bawah kakinya dengan sandal. Ia memperhatikan mata kuda yang di tutup selembar kulit yang satu dengan aba-aba. Iapun bertanya kepada kusir, mengapa demikian?” kalau seang dinas begini, matanya Cuma jadi hiasan saja Bendoro.” Gadis pantai berjalan menjauh meninggalkan pos buatan tuan besar, mardinah melarangnya, karena di semak-semak banyak ular.
Habis lelah si gobak ( kuda), mereka pun kembali berjalan menyusuri pantai. Sudah dua jam dokar kreteg itu berjalan, dan belum juga mereka berpapasan dokar lainnya. Waktu dokar kemabli berhenti di depan sebuah dangau, di tempat jalanan pasir berubah jalan setapak. Hari sudah bertambah magrib. Mendengar kedua wanita itu betengkar dan beradu mulut, kusir seraya pelanduk bila dua ekor gajah sedang bertarung. Ia menyingkirkan diri dan menutup kuping.hari mulai gelap dan Bendoro hanya melihat Mardinah yang hanya duduk di atas kursi di sampingnya, kepalanya di tumpangkan di atas kedua belah tangannya. Kedua wanitaitu masih muda belia, namun sudah berpengalaman dalam banyak hal.
Gadis Pantai tak dengar, ia bayangkan bapak. Sudah lama tak jumpa dengannya. Gadis pantai terbangun dari sendunya. Ia rasaisesuatu menggerumuti bulu tengkuknya. Ia merasa begitu asing. Dari jauh ia lihat bapaknya berjalan paling depan membawa obor. Gadis pantai mengawasi sekelilingnya. Dan setiap orang yang dipandangnya segera menunduk gelisah. Dengan demikian pagi harinya Mardinah kembali ke kota. Gadis pantai melangkah keluar berjalan lambat mengantarkannya dari belakang.
Hari itu perjalanan cepat, belum lagi habis orang mengenakan kembali segala kejadian siang tadi, kampung nelayan tiba-tiba hidup lagi. Ya, Mardinah datang dengan 4 pengiring, memeaksa Mas Nganten untuk kembali ke kota, ya kembali pulang pada Bendooronya, tapi bapak, ibu, dn warga setempat melarang Mas Nganten untuk kembali ke kota. Si dol pendongeng terdiam lemah. Mereka terus berjalan, diam-diam menuju ke kampung dan ternyata seluruh kampung sedang menunggu mereka. Waktu mereka telah dekat orang-orangnya bersorak riuh “ pengantin datang”
“Aku si dul pendongeng” ia menyambut dirinya sendiri. Kepala kampung mengangkat tangan , dan mengisyaratkan  agar semua berhenti gaduh. Si dul memnggandeng Mardinah. Di punggunginya kepala kampung dan di hadapinya para pengiring. Orang-orang melompat kegirangan menyambutnya, para pengiring pun  bercorak suka ria berjalan ria.

Analisis Berdasarkan Pendekatan Mimetik
1.      Agama
“apa?doanya tidak pernah terkabul, Bendoro putri. Mungkin ia berdoa agar tidak ditakdirkan  jadi kuda lagi seperti sekarang, tapi jadi kusir seperti sahaya ini.( 145)
2.      Budaya
“apakah semua pembesar seperti itu?”
“perjaka? Jadi aku ini apanya?”, apa mesti sahaya katakan? Bendoro masih perjaka sebelum beristerikan wanita berbangsa.”
“pergi pada Bendoro. Roh-roh nenek moyang kami bakal cekik kau kalau berani memasukinya.”( 154)
3.      Sosial
“bapak! Bapak!” dan ia pun menubruk kaki bapak memeluknya dengan kedua belah tangannya. Bapak mengusap-usap rambutnya.” Selamat kau nak!”( 164)

SINOPSIS BAB 4

Kehidupan sehari-hari di rumah Bendoro kian lama kian terasa sepi oleh Mas Nganten. Mas Nganten mengandung tiga bulan dan selama mengandung ia tidak diperbolehkan keluar kamar, pintu kamar dan jendelanya selalu tertutup. Bagaikan hidup di penjara. Masa-masa gelisah menunggu kelahiran buah hatinya tanpa ditemani kedua orang tuanya. Bendoro datang hanya ingin memastikan jenis kelamin anaknya, laki-laki seperti dia yang ia inginkan ternyata sebaliknya.
Empat puluh hari kemudian bapaknya Mas Nganten di panggil Bendoro untuk menjemput Mas Nganten kembali ke kampung halamannya. Bendoro tidak menginginkan anak perempuan yang Mas Nganten lahirkan. Namun Mas Nganten berusah memohon belas kasihan agar tidak di usir karena ia ingin merawat dan membesarkan buah hatinya. Bendoro tidak mengabulkan permohonannya. Akhirnya Mas Nganten meninggalkan kehidupan priyayi yang kurang lebih dua tahun disandangnya. Dia tidak kembali ke rumahnya melainkan ke blora, dia tidak ingin mempermalukan keluarganya. Terpaksa dia mencari kehidupan baru untuk memulai lembar baru.

Analisis Berdasarkan Pendekatan Objektif
1.      Tema                                 : sosial budaya
2.      Tokoh dan Penokohan      :
a.       Mas nganten sebagai pelaku protagonis
b.      Bendoro sebagai pelaku antagonis
c.       Mas ayu, dan bapak si Nganten sebagai pelaku pendukung
3.      Perwatakan                       :
a.       Mas Nganten mempunyai watak sabar
b.      Bendoro mempunyai watak kejam dan jahat
c.       Mas Ayu mempunyai watak keras kepala
d.      Bapak si Nganten mempunyai watak sabar dan menerima apa adanya
4.      Latar                                  : di rumah
5.      Alur                                   : menggunakan alur campuran
6.      Amanat                             : menerima dengan ikhlas apa yang telah terjadi. Masa lalu biarlah berlalu tetap optimis menjalankan kehidupan.


Analisis Berdasarkan Pendekatan Mimetik
1.         Realitas budaya
“ Dengan demikian ia menggeletakan tiga bulan di dalam kamar yang selalu tertutup pintu dan jendelanya. Ia merasa malu. Tak ada wanita kampung mengandung seperti dirinya, mereka bangun setiap suami mereka turun ke laut.” ( 248-249)

“ Di kampung sana, seorang bapak takkan trun ke laut tiga hari sebelum anaknya lahir, dan tiga hari sesudahnya si bapak akan tunggu anaknya, akan jaga keselamatanny dan ibunya.” ( 252)
2.         Sosial
“ Dengan kelelahan dan terengah-engah gadis pantai menolong makhluk baru itu lahir ke dunia. Satu, dua, tiga, empat, lima menit tiada di dengarnya makhluk baru itu bersuara.” ( 250)
3.         Agama
“ Ia ingin berdoa pada Tuhan, mengadu tentang ketidak adilan yang di rasai, tapi ia tak mampu melakukannya.”

B.1. Analisis Cerpen “ Menggambar Ayah” Berdasarkan Pendekatan Objektif

Pendekatn objektif yang lebih familiar disebut mengungkapkan karya sastra berdasarkan unsur intrinsik. Berikut penjelasannya
1.      Tema
Cerpen di atas bertemakan sosial, “ berimajinasi dan merindukan sosok ayah”
2.      Tokoh dan perwatakan
a.       Si aku       : suka berimajinasi, tidak putus asa, merindukan sosok ayah
b.      Ibu            : pemarah, cuek, tidak bisa menerima kenyataan, tidak mempunyai sifat keibuan
3.      Alur
Menggunakan alur campuran ( mundur-maju).
4.      Latar / setting
“ Pada umur sepuluh tahun, aku suka melompati jendela kamar ketika datang malam dan kemudian tidur telentang di belakang rumah.”

“ Setelah berpesan demikian biasanya aku masuk lagi lewat jendela yang sama. Di kamar, kubenturkan pandanganku ke langit-langit ruangan sambil terus berharap bahwa teman-temanku akan meluncur dar bubungan atap menemuiku.”

“ Tapi biasanya di langit-langit kamar aku hanya bisa menemukan kecoak.”

“ Ibu mendobrak daun pintu kamarku dan menghantamkan caci maki ke telingaku.”

“ Sebentar saja dinding rumahku sudah sesak oleh gambar bapakku. Lantas aku menggambari semua dinding yang ada di hadapanku.”

“ Bila aku mau, bisa saja nanti malam aku menyelinap ke kamarnya dan mencekik lehernya sampai mampus.”

“ Keesokan paginya, ibu merangkak ke puncak gunung.”

“ Aku tetap menggambar bapak dimana-mana, tetap tidur di belakang rumah ketika gelap turun, dan tetap kangen kepada ibu.”
5.      Amanat
a.       Dimana pun kita berada, harus memperhatikan dengan siapa kita bergaul. Jika bergaul dengan lingkungan baik maka berpengaruh baik pula pada diri kita namun jika kita bergaul dengan lingkungan yang kurang baik maka berefek kurang baik pula pada diri kita. Jangan sampai terjerumus ke lembah hitam yang merusak masa depan.
b.      Sabar dan ikhlas dalam mengarungi kehidupan, sesungguhnya allah bersama orang-orang yang tawakal.

B.       2. Penggalan cerpen “ Menggambar Ayah”



















BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Novel ini berkisah mengenai relasi antara mas nganten dengan seorang pembesar yang “memeliharanya”. Pembesar atau Ndoro merupakan orang Jawa yang berdarah biru yang memiliki korelasi dengan pemerintah Belanda. Novel ini sangat kritis membicarakan feodalisme Jawa pada masa itu. Sebuah novel yang mungkin mewakilkan suara rakyat jelata, rakyat dari golongan bawah dalam sistem feodalisme Jawa, para priyayi yang bercokol di kaki-kaki pemerintah Belanda. Perbedaan yang sangat memilukan, bahwa status sosial sangatlah penting di masa itu. Golongan priyayi (termasuk kaum bendoro) adalah orang-orang suci yang sulit untuk disentuh, mereka berhak memperlakukan apa saja terhadap rakyat bawahnya, termasuk mengawini anak-anak gadis mereka dijadikan sebagai Mas Nganten yang akhirnya dicampakkan begitu saja.


b. Saran

Budaya indonesia telah terkontaminasi oleh budaya belanda yang selam tiga ratus lima puluh tahun mengekploitasi bumi pertiwi. Perlu diperhatikan kepada semua pembaca pada khususnya dan msyarakat pada umumnya untk memilah mana budaya sendiri mana budaya asing. Dan jika sudah ada kita harus menjaga dam melestarikannya. Kalau tidak kita lalu siapa lagi.










ANALISIS NOVEL DAN CERPEN BERDASARKAN PENDEKATAN OBJEKTIF DAN MIMETIK
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Apresiasi Prosa Fiksi
Pengampu: Agus Wismanto, S.Pd







Di susun kelompok 5:
1.      Endhi Pujiana                   (09410160)
2.      Oki Otofiani                    (09410178)
3.      Tiara Puspa Rini             (09410186)
4.      Vivir Syafrudin               (09410188)
5.      Angga Aris tanto            (09410149)




JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2011



B.2. Analisis Cerpen “ Menggambar Ayah” Berdasarkan Pendekatan Mimetik