BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Masa penjajahan
belanda merupakan masa masyarakat indonesia berjuang melawan keterpurukan.
Tidak ada kebahagian terlukis diantara mereka, hanyalah kesengsaraan,
penindasan, perbedaan status sosial, pengabaian Hak Asasi, serta eksploitasi
yang meraja lela. Tiga ratus lima tahun lamanya, masyarakat indonesia melewati
hidupnya dengan cucuran keringat dan tetesan darah yang tidak ada hentinya
membasahi bumi pertiwi. Suatu masa yang sangat lama dan tidak terlupakan dalam
benak setiap manusia yang hidup saat itu. Hak manusia tidak dihiraukan, wanita
di jadikan pihak yang lemah dan tersakiti.
Seperti halnya
nasib mas nganten pada novel yang berjudul “ Gadis Pantai”. Mas nganten
( sebutan isteri kaum bangsawan) yang berasal dari golongan pribumi tepatnya di
daerah pesisir pantai ( karesidenan Jepara- Rembang) harus menjadi istri dari
Bendoro ( sebutan laki-laki kaum bangsawan). Tidak ada kegembiraan selama
pernikahan mereka, yang ada hanyalah ketakutan, kesepian, ketidaknyamanan,
kerinduan, serta kesewenang-wenangan. Namun berbeda dengan masa demokrasi saat
ini, emansipasi wanita mulai bermunculan, Hak Asasi Manusia ditegakkan serta
tidak ada diskrimasi. Semua berjalan seiring dinamika kehidupan.
Dalam
pembahasan selanjutnya, kita akan menganalisis novel berjudul” Gadis pantai”
yang akan dikaitkan dengan kehidupan nyata. Terdapat aspek-aspek yang mendasari
alur novel tersebut.
2.
Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini,
kita akan memaparkan:
1.
Bagaimanakah kehidupan gadis pantai, serta
analisis berdasarkan pendekatan objektif dan pendekatan mimetik?
2.
Sepertiapakah
analisis cerpen “ Menggambar Ayah” berdasarkan pendekatan objektif dan
pendekatan mimetik?
3.
Tujuan
1.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Apresiasi Prosa
2.
Untuk
memaparkan analisis novel dan cerpen serius berdasarkan pendekatan objektif dan
mimetik
BAB
II
PEMBAHASAN
SINOPSIS NOVEL “ GADIS PANTAI"
Berasal
dari sebuah perkampungan nelayan di Pantura, Gadis Pantai baru berusia empat
belas tahun dan belum menstruasi ketika seorang priyayi Jawa, pembesar
santri setempat, mengambilnya sebagai istri percobaan. Ya, istri percobaan sebelum ia mengambil istri
“sebenarnya” yang datang dari kalangan yang sederajat. Dan Gadis Pantai
bukanlah yang pertama yang mengalaminya. Pembesar itu Bendoro, tidak menghadiri upacara pernikahan
sendiri, hanya diwakili sebilah keris. Gadis itu tidak mau pindah ke rumah
mewah di kota itu, tapi terus diantarkan orang tuanya yang berpikir Gadis
Pantai akan hidup berbahagia dan nyaman di sana. Di rumah si Bendoro (priyayi itu), Gadis Pantai diajari
sholat dan banyak hal lainnya yang terkait dengan gaya hidup para priyayi.
Tentu saja ada yang tak suka dengan keberadaan Gadis
Pantai di rumah Bendoro, terutama dari keluarga besar si Bendoro sendiri.
Mereka mengharapkan Bendoro secepatnya mengambil istri yang
sederajat. Seorang Bendoro Demak yang menginginkan putrinya kawin dengan
si Bendoro akhirnya mengutus Mardinah untuk menghabisi Gadis Pantai, dengan
imbalan Mardinah akan diangkat menjadi istri kelima. Rencana dilaksanakan
ketika Gadis Pantai pulang ke rumahnya di pinggir pantai, namun gagal.
Gadis Pantai kemudian hamil. Dan kemudian ia melahirkan
seorang bayi perempuan. Tapi 3 bulan kemudian, Gadis Pantai “diceraikan”,
dan dipulangkan dengan paksa, serta anaknya harus ditinggal di rumah Bendoro.
Dengan hati hancur Gadis Pantai meninggalkan anaknya di rumah si
Bendoro. Malu dengan keadaannya yang tak bersuami, tak punya rumah,
dan anaknya dirampas Bapaknya sendiri, Gadis Pantai memutuskan untuk
tidak pulang ke kampung halamannya sendiri. Tapi ia berbelok ke selatan,
ke Blora. Selama sebulan setelah kepergiannya, ia selalu mengawasi keadaan
rumah si Bendoro. Namun setelahnya, ia tak kelihatan lagi.
Pengertian
pendekatan objektif dan pendekatan mimetik
Pendekatan
objektif yaitu kegiatan menilai dengan memaparkan
unsur-unsur intrinsik karya sastra. Meliputi: tema, tokoh dan penokohan,
perwatakan, alur, latar/ setting, amanat.
Pendekatan mimetik merupakan cara atau sudut pandang seseorang memahami hubungan
karya sastra dengan realitas kehidupan
meliputi realitas budaya, sosial, sejarah, pendidikan, ekonomi, politik, hukum,
agama, dan sebagainya.
A.
SINOPSIS BAB 1
“
Novel Gadis Pantai” dengan tokoh utama Mas Nganten pada saat itu masih berusia
empat belas tahun. Dia berkulit langsat, bertubuh mungil, dengan mata agak
sipit, dan hidung ala kadarnya. Dia terkenal di kampungnya yaitu kampung
nelayan tepatnya di karesidenan Jepara-Rembang.
Suatu
ketika ada utusan dari bangsawan untuk datang ke rumah orang tua gadis
tersebut. Gadis itu ingin diperisteri oleh priyayi kaya raya yang bernama
Bendoro. Akhirnya Mas Nganten dan Bendoro menikah dan menjadi sepasang suami
isteri.
Pada
awalnya Gadis Pantai tidak ingin menikah, namun karena kehendak orang tuanya ia
mengiyakan. Mas Nganten merasa asing selama tinggal di rumah Bendoro. Dia
takut, cemas, dan leluasa seperti dia saat di rumah orang tuanya. Walaupun di
rumah Bendoro semua kebutuhan tercukupi baik pangan dan sandang. Tetapi itu
tidak membuat ia senang dan nyaman, tetapi ia merasa kesedihan dan kesepian.
Mas
Nganten sering merasa rindu pada emak dan bapaknya. Emaknya juga seorang
pembantu bangsawan. Sedangkan bapaknya seorang nelayan. Ketika dia ingin bertemu
orang tuanya pasti merasa kesulitan karena kehidupan Mas Nganten dengan orang
tuanya sudah berbeda. Disamping itu Mas Nganten selalu ditemani Bujangnya
kemana pun dia pergi dan di arahkan agar tetap menjadi seorang isteri yang
patuh kepada Bendoro.
Analisis
berdasarkan pendekatan objektif
1. Tema :
sosial budaya
2. Tokoh
dan penokohan :
a.
Gadis pantai ( Mas Nganten) sebagai protagonis
b.
bendoro sebagai pelaku antagonis
c.
emak, bapak, dan bujang sebagai pelaku pendukung
3.
Perwatakan :
a.
Gadis
pantai mempunyai sifat penurut, sabar
b.
Bendoro
mempunyai sifat angkuh, galak
c.
Emak
mempunyai sifat penyayang, sabar
d.
Bapak
mempunyai sifat penyayang, bijaksana
e.
Bujang
mempunyai sifat patuh, sabar, penyayang
4.
Latar
/ setting :
Di rumah pesisir pantai
Di rumah Bendoro
5.
Alur
:
menggunakan alur maju
6.
Sudut
pandang : orang
ketiga
7.
Amanat : Sabar dan
ikhlas menjalani kehidupan, sesungguhnya allah selalu bersamamu.
Analisis
berdasarkan pendekatan Mimetik
1.
Realitas
Budaya
“Di nikahkan
dengan sebilah keris” ( 12)
“Gapura-gapura
kabupaten dan pinggiran kota mulai di pajang daun kelapa muda serta
batang-batang pisang. Jangkar keramatdi pinggir pantai mulai diganti pagarnya”(
17)
2.
Sejarah
“Buat
kesekian kali ia mendongeng. Lebih dari empat wanitatelah ia dongengi dengan
dongeng yang itu-itu juga” ( 59)
“Juga
gadis pantai sekarang tahu siapa Den-ajeng Tini. Kartini yang beberapa tahun
yang lalu dalam bendi agung memasuki perbatasan kota, dan semua penduduk di
suruh lurah menyambutnya sepanjang jalan dengan bendera tiga warna kertas
berkibaran di tangan coklat hitam mereka” ( 70)
3.
Sosial
“ Dahulu
baapk pernah menolong orang karam di tengah laut. Orang sekampung merawatnya,
memberinya makan, pakaian, dan juga jamu-jamuan” ( 30)
4.
Agama
“
Cuma satu yang dikehendaki allah, Mas Nganten, yaitu supaya orang ini baik.
Buat itu ada agama. Buat itu orang-orang berkiblat kepada-Nya. Tapi nyatanya,
kehendak allah yang satu itu saja tidak seluruhnya terpenuhi. Di dunia terlalu
banyak orang jahat” (59)
SINOPSIS
BAB 2
Setahun perkawinan Mas Nganten telah berlalu. Melewati hari-hari
menjadi isteri seorang priyayi. Kesepian, ketakutan, serta kerinduan yang Mas
Nganten rasakan. Proses penyesuaian terhadap budaya golongan priyayi ternyata
membutuhkan waktu yang cukup lama. Mas Nganten disuruh menuruti semua perintah
Bendoro, mulai dari belajar mengaji,
menyulam, dan membatik. Mas Nganten tidak diperbolehkan bergaul dengan
masyarakat luar, dia hanya berdiam diri di kamar dengan keterampilan yang
diajarkan.
Bendoro hanya beberapa hari saja di rumah, meninggalkan Mas Nganten
terliputi rasa kesepian dan kerinduan. Entah apa yang Bendoro lakukan di luar
sana, Mas Nganten pun tidak mengetahuinya. Tiba-tiba datanglah gadis bernama
mardinah, wanita yang mengidamkan Bendoro. Dia seolah jadi nyonya di rumah
tersebut.
Setelah terasa begitu suntuk dengan keseharian, Mas Nganten
memutuskan untuk berkunjung ke kampung halaman, dan dia harus ditemani Bujang
untuk selalu mengawasi dan menjaganya. Orang tuanya menyambut kedatangan
putrinya tersebut dengan senang hati, begitu pun orang sekampung. Mereka seolah
menyambut kedatangannya dengan senang hati, meskipun sekarang status sosial Mas
Nganten berbeda. Bapaknya berpesan kepada mas Nganten agar selalu nurut
perintah Bendoro.
Analisis
berdasarkan pendekatan objektif
1.Tema :
sosial budaya
2.Tokoh dan penokohan :
a.
Gadis pantai ( Mas Nganten) sebagai protagonis
b.
bendoro sebagai pelaku antagonis
c.
emak, bapak, dan bujang sebagai pelaku pendukung
3.
Perwatakan :
a.
Gadis
pantai mempunyai sifat penurut, sabar
b.
Bendoro
mempunyai sifat angkuh, galak
c.
Emak
mempunyai sifat penyayang, sabar
d.
Bapak
mempunyai sifat penyayang, bijaksana
e.
Bujang
mempunyai sifat patuh, sabar, penyayang
f.
Latar
/ setting :
Di rumah pesisir pantai
Di rumah Bendoro
g.
Alur
:
menggunakan alur maju
h.
Sudut
pandang : orang
ketiga
4.
Amanat :
dimana pun kita berada harus menjunjung tinggi sopan santun.
Analisis
Berdasarkan Pendekatan Mimetik
1.
Realitas
Budaya
“
Dahulu gadis pantai cuma mengerti bahwa hanya nelayan-nelayan gagah perkasa
saja yang patut di hormati dan dimuliakan. Mereka lintasi laut dan menangkap
ratusan, bahkan ribuan ikan dengan jalannya sendiri. Nelayan yang paling
terhormat, dialah yang bawapulang ikan terbesar. Dia pahlawan.ikan demikian tak
di jual, tapi di bagi-bagikan, terkecuali tulangnya. Karena tulang-betulang itu
akan di hias di atas pintu masuk rumahnya.” ( 83)
“
Sahaya tahu. Mereka bersama-sama makan, bersama-sama duduk, minum. Kalau sedang
tak berlayar, mereka bicara tentang segala.” ( 87)
“
Mas Nganten,’’ia dengar suara bisikan. Gadis pantai menjatuhkan diri, mencium
kaki bendoro, kemudian memeluknya. Waktu Bendoro duduk di atas kasur ranjang,
ia angkat kedua-duanya, ia mencium telapaknya.” ( 100)
2.
Sosial
“
Dengan pertolongan binatang-binatang itu saban bulan Bendoro membuang darah
beliau.” ( 78)
“
Lantas apa gunanya senyum dan tawa pada Mas Nganten. Juga tak baik layani
senyum dan tawa mereka.”( hal 82)
“
Mereka tak kenal terima kasih pada Gubermen, pada Gusti Allah. Apasaja yang tak
dilakukan Gubermen buat menjaga keselamatan mereka? Tumpas saja tuan.” ( 91)
“
Ampuni aku mbok. Bukan maksudku menyiksa mbok. Kan masih ada aku? Mbok boleh
ikut aku sampai jompo. Akan kupelihara sendiri mbok di har jompo nanti.” ( 97)
“
Mengapa kau punggungi aku? Aku tak suka di punggungi.” Gadis pantai mengubah
letak tidurnya. “ Mas Nganten, kalau kau sudah datang ke kampung ,” kata
Bendoro dengan suara mengantuk ,” sampaikan salamku pada orang tuamu.” ( 139)
“
Ampun sahaya, Bendoro, sebentar lagi Bendoro masuk khalwat bersembahyang
magrib, semoga tidak mengganggu sembahyang Bendoro. Tapi soal ini...soal ini,
uang...ah.” ( 114)
3.
Agama
“ Ia
lihat sarung baru berwarna merah bergenggang biru dikenakannya. Dan sosok tubuh
itu mulai sembahyang.” ( 89)
“Ia
pun ikut bersembahyang. Dalam rukuh putih itu ia merasa lebih aman daripada
luarnya. Rukuh itu mampu menyembunyikan tubuhnya, pikirannya, dan perasaannya
tanpa bisa diketahui orang.” ( 90)
“
Jadi sampai dimana kau belajar mengaji? Benar-benar kau tak tahu maknanya?” Tak
berjawab. ( 116)
4.
Pendidikan
“
Kau kurang hati-hati. Uang itu biar Tuhan sekalipun, tidak jatuh begitu saja
dari langit.” ( 115)
“
Husy. Kau harus selalu ingat-ingat, tak boleh ada sesuatu terjadi yang
menyebabkan penghormatan orang berkurang padaku. Bawalah juga beras sekarung.”
( 136)
SINOPSIS BAB 3
Mengapa Bendoro mengirimkan dia untuk antarkan aku? Itu yang ada
dalam benak Mas Nganten saat ini. Mas nganten tidak menghiraukan keberadaan
Mardinah di situ, dan terus berbincang saat bercanda gurau dengan kusir dokar
yang mengangkut dirinya dan Mardinah beserta berkarung-karung tembakau yang di
bawa Mas Nganten, tak di sadari. Mardinah yang diam-diam juga memperhatikan
tingkah laku Mas Nganten yang menurutnya tidak pantas dilakukan oleh seorang Bendoro
putri. Dokar berjalan kian perlahan, pada sebuah tanjakan kuda itu benar-benar
kehabisan tenaga dan berhenti. Kusir terpaksa lompat turun. Mengambil dua buah
batu dan mengganjal roda.
Di situ Mardinah terus menerus mengeluh apabila nanti pulang
kemalaman. Gadis pantai membungkuk, mengambil segenggam pasir dengan tangannya.
Tiba-tiba gadis pantai murung, di dorongnya pasir di bawah kakinya dengan
sandal. Ia memperhatikan mata kuda yang di tutup selembar kulit yang satu
dengan aba-aba. Iapun bertanya kepada kusir, mengapa demikian?” kalau seang
dinas begini, matanya Cuma jadi hiasan saja Bendoro.” Gadis pantai berjalan
menjauh meninggalkan pos buatan tuan besar, mardinah melarangnya, karena di
semak-semak banyak ular.
Habis lelah si gobak ( kuda), mereka pun kembali berjalan menyusuri
pantai. Sudah dua jam dokar kreteg itu berjalan, dan belum juga mereka
berpapasan dokar lainnya. Waktu dokar kemabli berhenti di depan sebuah dangau,
di tempat jalanan pasir berubah jalan setapak. Hari sudah bertambah magrib. Mendengar
kedua wanita itu betengkar dan beradu mulut, kusir seraya pelanduk bila dua
ekor gajah sedang bertarung. Ia menyingkirkan diri dan menutup kuping.hari
mulai gelap dan Bendoro hanya melihat Mardinah yang hanya duduk di atas kursi
di sampingnya, kepalanya di tumpangkan di atas kedua belah tangannya. Kedua
wanitaitu masih muda belia, namun sudah berpengalaman dalam banyak hal.
Gadis Pantai tak dengar, ia bayangkan bapak. Sudah lama tak jumpa
dengannya. Gadis pantai terbangun dari sendunya. Ia rasaisesuatu menggerumuti
bulu tengkuknya. Ia merasa begitu asing. Dari jauh ia lihat bapaknya berjalan
paling depan membawa obor. Gadis pantai mengawasi sekelilingnya. Dan setiap
orang yang dipandangnya segera menunduk gelisah. Dengan demikian pagi harinya
Mardinah kembali ke kota. Gadis pantai melangkah keluar berjalan lambat
mengantarkannya dari belakang.
Hari itu perjalanan cepat, belum lagi habis orang mengenakan
kembali segala kejadian siang tadi, kampung nelayan tiba-tiba hidup lagi. Ya,
Mardinah datang dengan 4 pengiring, memeaksa Mas Nganten untuk kembali ke kota,
ya kembali pulang pada Bendooronya, tapi bapak, ibu, dn warga setempat melarang
Mas Nganten untuk kembali ke kota. Si dol pendongeng terdiam lemah. Mereka
terus berjalan, diam-diam menuju ke kampung dan ternyata seluruh kampung sedang
menunggu mereka. Waktu mereka telah dekat orang-orangnya bersorak riuh “
pengantin datang”
“Aku si dul pendongeng” ia menyambut dirinya sendiri. Kepala
kampung mengangkat tangan , dan mengisyaratkan
agar semua berhenti gaduh. Si dul memnggandeng Mardinah. Di punggunginya
kepala kampung dan di hadapinya para pengiring. Orang-orang melompat kegirangan
menyambutnya, para pengiring pun
bercorak suka ria berjalan ria.
Analisis
Berdasarkan Pendekatan Mimetik
1.
Agama
“apa?doanya tidak pernah terkabul, Bendoro putri. Mungkin ia berdoa
agar tidak ditakdirkan jadi kuda lagi
seperti sekarang, tapi jadi kusir seperti sahaya ini.( 145)
2.
Budaya
“apakah semua pembesar seperti itu?”
“perjaka? Jadi aku ini apanya?”, apa mesti sahaya katakan? Bendoro
masih perjaka sebelum beristerikan wanita berbangsa.”
“pergi pada Bendoro. Roh-roh nenek moyang kami bakal cekik kau
kalau berani memasukinya.”( 154)
3.
Sosial
“bapak! Bapak!” dan ia pun menubruk kaki bapak memeluknya dengan
kedua belah tangannya. Bapak mengusap-usap rambutnya.” Selamat kau nak!”( 164)
SINOPSIS
BAB 4
Kehidupan sehari-hari di rumah Bendoro kian lama kian terasa sepi
oleh Mas Nganten. Mas Nganten mengandung tiga bulan dan selama mengandung ia
tidak diperbolehkan keluar kamar, pintu kamar dan jendelanya selalu tertutup.
Bagaikan hidup di penjara. Masa-masa gelisah menunggu kelahiran buah hatinya
tanpa ditemani kedua orang tuanya. Bendoro datang hanya ingin memastikan jenis
kelamin anaknya, laki-laki seperti dia yang ia inginkan ternyata sebaliknya.
Empat puluh hari kemudian bapaknya Mas Nganten di panggil Bendoro
untuk menjemput Mas Nganten kembali ke kampung halamannya. Bendoro tidak
menginginkan anak perempuan yang Mas Nganten lahirkan. Namun Mas Nganten
berusah memohon belas kasihan agar tidak di usir karena ia ingin merawat dan
membesarkan buah hatinya. Bendoro tidak mengabulkan permohonannya. Akhirnya Mas
Nganten meninggalkan kehidupan priyayi yang kurang lebih dua tahun
disandangnya. Dia tidak kembali ke rumahnya melainkan ke blora, dia tidak ingin
mempermalukan keluarganya. Terpaksa dia mencari kehidupan baru untuk memulai
lembar baru.
Analisis Berdasarkan Pendekatan Objektif
1.
Tema : sosial budaya
2.
Tokoh
dan Penokohan :
a.
Mas
nganten sebagai pelaku protagonis
b.
Bendoro
sebagai pelaku antagonis
c.
Mas
ayu, dan bapak si Nganten sebagai pelaku pendukung
3.
Perwatakan :
a.
Mas
Nganten mempunyai watak sabar
b.
Bendoro
mempunyai watak kejam dan jahat
c.
Mas
Ayu mempunyai watak keras kepala
d.
Bapak
si Nganten mempunyai watak sabar dan menerima apa adanya
4.
Latar
: di
rumah
5.
Alur : menggunakan
alur campuran
6.
Amanat : menerima dengan
ikhlas apa yang telah terjadi. Masa lalu biarlah berlalu tetap optimis
menjalankan kehidupan.
Analisis
Berdasarkan Pendekatan Mimetik
1.
Realitas
budaya
“
Dengan demikian ia menggeletakan tiga bulan di dalam kamar yang selalu tertutup
pintu dan jendelanya. Ia merasa malu. Tak ada wanita kampung mengandung seperti
dirinya, mereka bangun setiap suami mereka turun ke laut.” ( 248-249)
“ Di
kampung sana, seorang bapak takkan trun ke laut tiga hari sebelum anaknya
lahir, dan tiga hari sesudahnya si bapak akan tunggu anaknya, akan jaga
keselamatanny dan ibunya.” ( 252)
2.
Sosial
“
Dengan kelelahan dan terengah-engah gadis pantai menolong makhluk baru itu
lahir ke dunia. Satu, dua, tiga, empat, lima menit tiada di dengarnya makhluk
baru itu bersuara.” ( 250)
3.
Agama
“ Ia
ingin berdoa pada Tuhan, mengadu tentang ketidak adilan yang di rasai, tapi ia
tak mampu melakukannya.”
B.1. Analisis Cerpen “ Menggambar Ayah” Berdasarkan
Pendekatan Objektif
Pendekatn objektif yang lebih familiar disebut mengungkapkan karya
sastra berdasarkan unsur intrinsik. Berikut penjelasannya
1.
Tema
Cerpen
di atas bertemakan sosial, “ berimajinasi dan merindukan sosok ayah”
2.
Tokoh
dan perwatakan
a.
Si
aku : suka berimajinasi, tidak putus
asa, merindukan sosok ayah
b.
Ibu : pemarah, cuek, tidak bisa menerima
kenyataan, tidak mempunyai sifat keibuan
3.
Alur
Menggunakan
alur campuran ( mundur-maju).
4.
Latar
/ setting
“
Pada umur sepuluh tahun, aku suka melompati jendela kamar ketika datang malam
dan kemudian tidur telentang di belakang rumah.”
“
Setelah berpesan demikian biasanya aku masuk lagi lewat jendela yang sama. Di
kamar, kubenturkan pandanganku ke langit-langit ruangan sambil terus berharap
bahwa teman-temanku akan meluncur dar bubungan atap menemuiku.”
“
Tapi biasanya di langit-langit kamar aku hanya bisa menemukan kecoak.”
“
Ibu mendobrak daun pintu kamarku dan menghantamkan caci maki ke telingaku.”
“
Sebentar saja dinding rumahku sudah sesak oleh gambar bapakku. Lantas aku
menggambari semua dinding yang ada di hadapanku.”
“
Bila aku mau, bisa saja nanti malam aku menyelinap ke kamarnya dan mencekik
lehernya sampai mampus.”
“
Keesokan paginya, ibu merangkak ke puncak gunung.”
“
Aku tetap menggambar bapak dimana-mana, tetap tidur di belakang rumah ketika
gelap turun, dan tetap kangen kepada ibu.”
5.
Amanat
a.
Dimana
pun kita berada, harus memperhatikan dengan siapa kita bergaul. Jika bergaul
dengan lingkungan baik maka berpengaruh baik pula pada diri kita namun jika
kita bergaul dengan lingkungan yang kurang baik maka berefek kurang baik pula
pada diri kita. Jangan sampai terjerumus ke lembah hitam yang merusak masa
depan.
b.
Sabar
dan ikhlas dalam mengarungi kehidupan, sesungguhnya allah bersama orang-orang
yang tawakal.
B.
2.
Penggalan cerpen “ Menggambar Ayah”
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Novel ini berkisah mengenai
relasi antara mas nganten dengan seorang pembesar yang “memeliharanya”.
Pembesar atau Ndoro merupakan orang Jawa yang berdarah biru yang memiliki
korelasi dengan pemerintah Belanda. Novel ini sangat kritis membicarakan feodalisme
Jawa pada masa itu. Sebuah novel yang mungkin mewakilkan suara rakyat jelata,
rakyat dari golongan bawah dalam sistem feodalisme Jawa, para priyayi yang
bercokol di kaki-kaki pemerintah Belanda. Perbedaan yang sangat memilukan,
bahwa status sosial sangatlah penting di masa itu. Golongan priyayi (termasuk
kaum bendoro) adalah orang-orang suci yang sulit untuk disentuh, mereka berhak
memperlakukan apa saja terhadap rakyat bawahnya, termasuk mengawini anak-anak
gadis mereka dijadikan sebagai Mas Nganten yang akhirnya dicampakkan begitu
saja.
b. Saran
Budaya indonesia telah
terkontaminasi oleh budaya belanda yang selam tiga ratus lima puluh tahun
mengekploitasi bumi pertiwi. Perlu diperhatikan kepada semua pembaca pada
khususnya dan msyarakat pada umumnya untk memilah mana budaya sendiri mana
budaya asing. Dan jika sudah ada kita harus menjaga dam melestarikannya. Kalau
tidak kita lalu siapa lagi.
ANALISIS NOVEL DAN CERPEN BERDASARKAN PENDEKATAN OBJEKTIF DAN
MIMETIK
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Apresiasi
Prosa Fiksi
Pengampu: Agus Wismanto, S.Pd
Di
susun kelompok 5:
1.
Endhi
Pujiana (09410160)
2.
Oki
Otofiani (09410178)
3.
Tiara
Puspa Rini (09410186)
4.
Vivir
Syafrudin (09410188)
5.
Angga
Aris tanto (09410149)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2011
B.2. Analisis Cerpen “ Menggambar Ayah” Berdasarkan
Pendekatan Mimetik